daun singkong
tentang jepang dan indonesia
di mata seorang penggemar sayur daun singkong
Saturday, October 30, 2004

Dikejar waktu

Kadang hidup ini terasa seperti selalu dikejar waktu.

Waktu masih kecil, karena selalu meng-emut makanan, orang tua selalu berkata "Ayo cepat makannya, banyak makan biar cepat besar..."
Tapi ketika besar saya malah berusaha mengerem makanan agar tidak terlalu besar.

Waktu SD, orang tua saya cukup disiplin membiasakan anak-anaknya belajar. Kalau sudah jam 5 sore dan melihat kami belum mandi, selalu diperingatkan "Ayo cepat mandi sana, terus cepat belajar..." menggugah kami dari keasyikan menonton film kartun di TV.

Ketika SMA, orang sekitar bertanya "Sudah tentukan pilihan mau kuliah di mana ?"
Ketika kuliah "Kapan kamu lulus ?"
Ketika lulus kuliah "Sudah cari kerja ?"
Lalu akan dilanjutkan "Kapan menikah ?"
lalu "Kapan punya momongan ?"
dan seterusnya...

Tidakkah waktu terasa begitu cepat ?
Kadang saya berharap tidak perlu cepat-cepat menjalani hidup...
Atau berharap Doraemon mau meminjamkan saya alat pelambat waktu...
Thursday, October 28, 2004

Daya hidup manusia, betapa mengagumkannya

Masih berkaitan dengan gempa di Niigata, seorang anak berumur dua tahun berhasil diselamatkan oleh team Rescue Nasional Jepang dari timbunan tanah longsor. Yuuta mampu bertahan hidup dalam timbunan batu selama 4 hari (93 jam), dalam ruang sempit diantara bebatuan yg menghimpit mobil wagon, dengan suhu luar saat itu antara 8~11℃.

Bersama Ibu dan kakak perempuannya, Mayu (3th), Yuuta sedang dalam perjalanan pulang ketika mobil yg ditumpangi mereka terlindas oleh batu2 longsor akibat gempa skala 6 lebih tgl 23 Oktober lalu. Sampai saat ini team rescue masih berusaha mengeluarkan Mayu dari dalam mobil, tetapi sang Ibu yg berhasil dikeluarkan lebih dulu kemarin telah dipastikan meninggal karena himpitan batu. Team rescue menggunakan ‘Sirius’ alat yg bisa mendeteksi detak jantung dari permukaan timbunan batu, tetapi tidak ditemukan respon detak jantung Mayu yang masih terhimpit di dalam mobil.

Lalu bagaimana sang adik bisa bertahan selama 4 hari dalam himpitan dengan hanya memakai pampers? Team rescue memperkirakan di dalam mobil masih ada biscuit dan minuman, juga setidaknya selama beberapa waktu sang Ibu masih hidup dalam timbunan.

Diantara orang-orang yang ingin mengakhiri hidupnya dengan singkat, masih ada (banyak) orang yang secara mengagumkan berusaha keras mempertahankan kehidupannya...
Monday, October 25, 2004

Bersusah-susah dahulu...

Korban meninggal akibat gempa di Niigata kemarin mencapai lebih dari 20 orang, sedangkan yang luka-luka lebih dari 2500 orang (mainichi interactive). Sebagian besar orang masih berlindung di tempat pengungsian. Dari berita TV disebutkan kurangnya pasokan makanan, listrik di beberapa tempat masih mati, berhentinya saluran air dan gas. Fotonya ada disini.

Sebagai gambaran, saluran air dan gas di Jepang, seperti juga listrik, sebagian besar dipasok oleh pemerintah (daerah ?). Listrik dan gas terpaksa dimatikan untuk mencegah terjadinya kebakaran sebagai bencana lanjutan gempa bumi.

Kalau di Jakarta, saking seringnya mati lampu, biasanya orang-orang sudah siap sedia dengan lilin dan senter. Ada juga yang sedia generator sendiri. Berhubung di Jepang hampir tidak pernah mati lampu, persiapan lilin pun minim. Begitu pula dengan air dan gas. Orang tidak biasa menyediakan botol aqua galon, tidak punya pompa penyedot air tanah untuk antisipasi 'butek'nya air PAM (mungkin menyedot air tanah dilarang kali ya...), dan gas LPG tidak bisa diperoleh dengan gampang. Ada beberapa daerah yang memakai LPG, tapi sebagian besar memakai gas kota.

Jadi, pada waktu listrik dan gas mati, orang tidak bisa masak. Tidak ada air juga untuk minum dan keperluan toilet. Belum lagi cuaca yang semakin dingin saat musim gugur.

So, beruntunglah orang Indonesia yang sering kena mati listrik, tidak kebagian saluran PAM, kalaupun dapat tidak jelas bisa dikonsumsi atau tidak, dan harus repot mengangkut tabung LPG...

Sunday, October 24, 2004

Musim gugur

Sejenak melupakan kesibukan dunia, sungai di belakang apato* saya mulai menunjukkan suasana musim gugur. Mengingatkan saya tinggal sedikitnya sisa waktu di tahun ini. Berikut cuplikan suasananya, diambil oleh seorang pemoto amatir.


three musketers

dalam kesendirian

diantara dedaunan

menikmati hidup

perjalanan waktu

*apato : terjemahannya sih apartemen, tapi punya saya lebih mirip kamar kost...
Saturday, October 23, 2004

Gempa

Belum selesai beres-beres akibat taifu kemarin, sekarang giliran gempa bumi. Gempa kali ini pusatnya di Niigata, sebelah barat laut Tokyo.Cukup besar, dengan skala lebih dari 6 point skala Jepang (berapa skala Richter ya ?). Di Tokyo gempa terasa dengan skala 3. Sejak sekitar pukul 6 Sabtu sore, sampai pukul 11 malam ini, terasa getaran berkali-kali. Saya sendiri baik-baik saja. Masih sempat ngeblog kok...

Sebenarnya gempa di Jepang bukan hal yang jarang terjadi. Saking seringnya, lama-lama saya jadi terbiasa. Dulu waktu pertama kali mengalami gempa, sempat panik juga. Tapi lihat ke tetangga sekitar, tidak ada orang-orang yang bergegas ke tempat pengungsian. Sekarang kalau ada gempa, biasanya saya langsung menyetel TV atau radio. Seperti saat ini, selama dua jam setiap saluran TV hanya menyiarkan info gempa saja.

Gempa di daerah Kanto (Tokyo dan sekitarnya) sudah menjadi isu sejak beberapa tahun terakhir ini. Gempa besar diperkirakan terjadi setiap 80 tahun sekali, setelah terakhir terjadi tahun 1923. Makanya, setiap tahun selalu dilakukan pemeriksaan bangunan, terutama yang didirikan lebih dari 20 tahun yang lalu. Biasanya bangunan baru dilengkapi dengan fasilitas peredam getaran untuk mengurangi efek gempa. Selain itu, di setiap daerah perumahan selalu ada petunjuk lokasi pengungsian terdekat, misalnya di taman atau sekolah. Tentu saja, petunjuk penyelamatan diri juga disebarluaskan lewat sekolah dan kantor kecamatan.

Meskipun gempa bumi dan banjir besar akibat taifu tidak langsung menimpa Tokyo, tapi efeknya sangat terasa. Akibat rusaknya sawah & ladang sayur, pasokan sayur ke Tokyo menipis. Korner sayur di supermarket saat ini terasa kosong. Harga sayur pun mahal, 2 - 3 kali lipat harga normal. Kalau di Jakarta harga bahan makanan mahal karena mau lebaran, disini juga kok... *keluh
Thursday, October 21, 2004

Taifu

dari koran mainichi Jepang dilanda taifu lagi. Hujan deras dan angin super kencang ini sudah yang kesepuluh kalinya untuk tahun ini. Kekuatan alam memang diluar kuasa manusia. Banjir, tanah longsor, pohon tumbang... belum lagi mandeknya ekonomi karena berhentinya transportasi. Toko, kantor, sekolah ditutup cepat-cepat. Semua orang ingin pulang cepat-cepat...

Tahun lalu gara-gara taifu penerbangan ke Nagasaki dicancel, seharian duduk sendiri ndeprok di bandara Haneda. Ngeliatin anak-anak SMA yang sibuk ngerumpi ngedumelin rencana karyawisata yang tertunda. Bapak-bapak salari-man yang nggak bisa kerja hari itu... Untungnya masih bisa dapat penerbangan paling pagi esok harinya, meskipun mesti pulang balik rumah bandara lagi.

Jadi ingat dulu pernah terjebak banjir di Jakarta. Perjalanan tol Tomang - Kebon Jeruk yang biasanya cuma setengah jam, malam itu jadi 8 jam. Tidak bisa tidur karena nyetir sendiri, mobil hanya bergerak semeter tiap setengah jam, tapi kalau tidak maju diklakson sama mobil belakang :( Yang lebih sengsara... kebelet pipis... ;) Untung ada bapakku tercinta yang bela-belain jalan kaki dari rumah mencari mobil anaknya yang manis ini... he he he...

Gambar diambil dari koran internet. Klik saja untuk gambar heboh yang lain.

NB: Untuk Pak Presiden, Pak Wapres, Pak/Bu Mentri, gambatte kudasai !
Tuesday, October 19, 2004

sok tahu

semakin aku tahu,
aku tahu bahwa banyak yang aku tidak tahu,
dan tidak perlu tahu...
Monday, October 18, 2004

Yuk, jalan kaki...

Waktu awal tinggal di Jepang, saya punya kesan orang Jepang itu jalannya cepat-cepat. Ketika berangkat ke kampus, meskipun turun dari kereta start saya lebih dulu dari yang lain, sampai di depan kampus saya sudah jadi nomor buncit. Selalu tersusul oleh orang lain. Mungkin bawaan saya waktu itu masih asli ala putri solo : alon-alon waton kelakon. Pikir saya, toh saya tidak buru-buru ke kampus. Masih banyak waktu.

Itu pada saat turun dari kereta. Pagi hari saat rush-hour, di sekitar stasiun bisa dilihat orang lari-lari berangkat mengejar kereta. Padahal, kereta di Tokyo ini ada setiap 5 menit. Wah, belum tahu dia bagaimana rasanya menunggu Patas 54 jurusan grogol-depok yang tidak jelas kapan munculnya...

Tapi kalau diperhatikan, di Jepang ini orang berusia baya pun masih sehat jalan kaki. Tentu saja, disini tidak ada ojek yang praktis. Bis pun tidak berhenti di sembarang tempat. Naik taxi, mahal lah. Jadi orang terbiasa jalan kaki. Kalau mau dihubungkan antara jalan kaki dengan kesehatan, mungkin ada kaitannya. Melihat orang seusia nenek saya masih jalan dengan gagah berani, siapa sih yang tidak pingin sehat sampai tua ?

Nah, jalan kaki katanya bisa jadi salah satu metode diet yang ampuh. Dengan berjalan kaki minimal 20 menit sehari, bisa menguatkan otot yang letaknya dibawah perut, mencegah penimbunan lemak tubuh bagian bawah. Saya tidak tahu persis teorinya seperti apa, nama ototnya juga saya tidak tahu. Tapi kalau sudah dengar kata diet, mana tahan tidak mencoba ? Apalagi caranya gampang. Cuma cara jalan kakinya tidak boleh sembarangan. Badan harus tegap, dengan langkah lebar. Patokannya, setiap menyebrang zebra cross, injak garis putihnya saja.

Ada orang yang jadi super kaya berkat jalan kaki. Duke, membuka kursus dan menulis buku tentang jalan kaki ala Duke. Berawal ingin membantu sang ibu yang sakit-sakitan dengan olah raga ringan, sekarang tempat kursusnya dipenuhi orang-orang yang ingin memperbaiki bentuk tubuh.

Kalau lagi semangat, dan ingat diet, saya usahakan jalan kaki dengan tegap dan langkah lebar. Tapi kalau lagi malas, ya sudah, jalan santai saja. Wis mas, ndisiki kono... aku disalip rapopo kok...
Wednesday, October 13, 2004

Saat tekanan tak tertahankan...

Selasa (12 Okt 04), 9 orang ditemukan tewas bunuh diri di Saitama. Begitu stressnya kah hidup di negeri ini sampai banyak orang memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri ? Data dari home page kepolisian Jepang menyebutkan bahwa di tahun 2003, tercatat lebih dari 34 ribu orang meninggal akibat bunuh diri, 72 % diantaranya laki-laki.

Dilihat dari kehidupan sehari-hari di sini, 'tekanan' memang rasanya sesuatu yang sulit dihindari. Bekerja sudah menjadi 'tujuan hidup' banyak orang, terutama laki-laki. Berangkat pagi pulang larut malam untuk bekerja, menggeluti bidang yang sama bertahun-tahun, orang cenderung mengesampingkan hal-hal lain seperti keluarga, kesenangan pribadi, dll. Akibatnya, ketika beberapa tahun belakangan terjadi krisis ekonomi, banyak orang kehilangan pekerjaan, dan merasa kehilangan 'jiwa'nya. Meskipun tersedia agen pencarian tenaga kerja, banyak yang merasa tidak ada pekerjaan yang sesuai, akibat monotonitas pekerjaan sebelumnya. Belum lagi, banyak istri yang mengajukan tuntutan cerai setelah suami kehilangan penghasilan. Hubungan yang semakin jauh dari keluarga menyebabkan hidup jadi terasa semakin sepi.

Uang, yang menjadi kebutuhan mutlak, bisa didapat melalui agen kredit. Bunga yang mencekik (lebih dari 20% per bulan) tidak bisa diperhitungkan lagi secara rasional. Pinjaman gelap menjamur, mudah dan cepat didapat, tapi dengan bunga yang sangat tinggi. Ketidakmampuan mengembalikan pinjaman, juga menjadi salah satu pemicu kasus bunuh diri. Agama, bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Hidup ini dijalani sendiri, terasa tanpa arti, tanpa kesadaran bahwa ada DIA yang mahakuasa...

Cara populer untuk bunuh diri salah satunya adalah terjun ke lintasan kereta api, berharap nyawa bisa cepat terambil. Masalah pribadi untuk sementara teratasi, tetapi berbuntut besar untuk keluarga yang ditinggalkan. Tuntutan perusahaan kereta api akibat terhentinya kereta, bisa berjumlah ratusan juta yen. Belum lagi omelan orang lain yang terlambat beraktivitas. Bunuh diri kok nyusahin orang...

Belakangan, internet menjadi sarana diskusi orang-orang peminat bunuh diri. Dari pada bunuh diri sendiri-sendiri, lebih baik dengan kelompok. Tidak lupa ditulis surat wasiat untuk keluarga yang ditinggalkan.

Sekian, sedikit pengamatan tentang sisi mengenaskan kehidupan di negeri ini...

Friday, October 08, 2004

Inovasi

Bicara tentang paten tempe yang banyak diajukan orang Jepang, saya jadi teringat berita tentang kaya mendadaknya seorang ibu setelah mengajukan paten 'sandal diet'. Pengajuan paten, memang bukan cuma urusan peneliti -- biasanya ber-image setengah botak dan culun -- he he he, ga dink ;) . Justru seorang ibu rumah tangga, yang memahami repotnya urusan dapur dan masalah wanita, bisa menjadi pencipta inovasi yang memberi keuntungan besar.

Seperti ibu-ibu lainnya, ibu Nakazawa juga resah tentang berat badannya. Kesibukan rumah tangga menyebabkan olah raga menjadi hal yang sulit dilakukan secara rutin. Berawal dari keinginan diet dengan cara berjinjit setiap melakukan pekerjaan rumah, terpikirlah memotong bagian belakang sandal (yang biasa dipakai di dalam rumah). Dengan memakai sandal yang tinggal separuh ini, otomatis pemakainya akan selalu dalam kondisi berjinjit. Penjualan sandal ini melejit, diperkirakan dalam waktu 10 tahun penjualannya akan mencapai 3,5 miliar yen. Sekarang ibu Nakazawa sudah memiliki perusahaan inovasi sendiri.

www.kiroro.com

Ibu rumah tangga lainnya, Ibu Sasanuma, menciptakan net penyaring benang dalam mesin cuci, karena kesal dengan banyaknya benang warna lepas dari baju ketika dicuci. Benang warna warni ini biasanya akan menempel pada pakaian lainnya pada saat pengeringan. Dari royalti 'barang remeh' ini, beliau sudah mendapatkan sekitar 300 juta yen.

Tentu saja, penemuan seperti ini bukannya tanpa melalui kesulitan. Melalui berkali-kali uji coba dan mengalami kegagalan, siapa tahu, anda pun bisa menjadi milioner (tanpa ikutan kuis)...

NB: Ibu saya protes, ada bedanya antara paten dan hak cipta. Kalau urusan sandal di atas, itu kaitannya dengan hak cipta. Informasi lengkapnya, hubungi ditjen HKI.


Wednesday, October 06, 2004

Tempe

Waktu kecil, saking seringnya menu tempe keluar di meja makan, saya tidak pernah merasa benar-benar menyukai makanan ini. Tapi setelah sekarang tinggal di negeri orang, lidah daun singkong saya kadang-kadang rindu makanan murah ini.

Mungkin banyak yang sudah tahu, tempe ini juga terkenal di Jepang. Terlebih dengan adanya kecenderungan boom-nya makanan kesehatan yang makin marak belakangan ini, tempe yang mengandung isoflavone dipercaya sangat baik bagi kesehatan dan kecantikan. Dan ternyata Jepang sangat serius menggarap makanan dari kedelai ini. Tempe, dijuluki 'Indonesia no nato*', mulai diproduksi dalam jumlah besar, dan bukan 'cuma' dihasilkan oleh industri rumah tangga, tapi juga oleh pabrik yang mengutamakan kebersihan. Orang Jepang bahkan membuat kursus masak tempe dan melakukan riset masakan tempe.

Lalu, bagaimana cara orang Jepang memakan tempe ?
Pertama, (menurut mereka) tempe itu enak juga dimakan mentah. Waw... Yang bisa dimakan mentah tidak hanya ikan (sashimi), daging, telur, tapi juga tempe. Salah satu web site yang menjual tempe bahkan memuat tulisan peringatan : Di Indonesia tidak ada orang yang makan tempe mentah-mentah...
Selain itu, tempe juga bisa digoreng. Hanya bedanya dengan di Indonesia, orang Jepang tidak menambahkan bumbu (bahkan garam sekalipun) pada saat penggorengan. Tempe goreng dimakan dengan lobak parut dan kecap jepang, dicampur dengan salad, atau dibumbu gula sebagai teman minum sake. Hm, inovasi masakan seperti ini juga perlu dikembangkan di Indonesia ya...

Oh ya, tempe sebenarnya bukan makanan murah di Jepang. Satu kantong plastik dengan berat sekitar 150 gram dijual dengan harga 300 yen. Dengan harga yang sama anda bisa membeli daging sapi impor Australia sekitar 300 gram.


*nato : makanan Jepang yang terbuat dari kedelai dan sama-sama diragi, tetapi berlendir dan bau. Juga dianggap makanan yang baik bagi kesehatan.

kategori tulisan lama

kumpulan foto

Shopping yuk !

Satu Cinta Lingerie Apa Impian Anda ?

shoutbox

sponsor & link

Powered by Blogger
Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com
BlogFam Community
blog-indonesia
Get Firefox!
JANGAN ASAL COPY PASTE..

email me
created by emiliana dewi aryani
@ 2004 - 2011