daun singkong
tentang jepang dan indonesia
di mata seorang penggemar sayur daun singkong
Friday, October 26, 2007

Cari kerja, atau cari duit ?

Sehari-hari saya kerja di warnet. Bapak saya yang mengelola warnet ini sejak beberapa tahun yang lalu. Karena sering merasa kepanasan di rumah, saya memilih mengungsi ke warnet yang ber-AC ini.

Saya sudah cerita kalau saya memilih menghabiskan waktu saya mengerjakan terjemahan di rumah. Dokumen dari perusahaan Jepang, yang berbahasa Jepang tentunya, saya bawa pulang dan diterjemahkan menjadi bahasa Indonesia. Jam kerjanya amat sangat flexibel, tergantung mood dan PLN (iya lah, kalo mati lampu saya nggak bisa kerja dong !).Selain mencari kesejukan suasana, mencari tambahan referensi, dan supaya tidak ketinggalan berita perkembangan dunia (!!), maka nongkronglah saya di warnet, hampir setiap hari. Kadang-kadang jadi penjaga warnet
sementara, waktu si Mbak penjaga lagi istirahat atau sholat.

Nah, saking seringnya melihat saya di warnet, teman-teman saya sering meledek, "Masak lulusan S2 akhirnya cuma jadi penjaga warnet ! Lulusan luar negri pula !"Saya sih cuma senyum-senyum saja, sambil mengeluarkan jurus andalan : "Lah, saya kan maunya cari duit, bukan cari kerja !"

Suatu hari, ada seorang tamu warnet yang duduk di komputer sebelah punya saya. Mungkin dia tidak sengaja melihat saya waktu itu sedang membaca email dari milis alumni universitas, dan tamu itu ternyata mahasiswa tempat saya kuliah dulu. Lalu mulailah perbincangan berikut ini,

Mahasiswa (M) : "Mbak sekarang kerja di mana ?"
Saya (S) : "Kerjanya ya di sini ini. Di warnet."
M : "Loh, bukannya mbak mestinya udah lulus S2 ?"
S : "Udah tuh. Saya ambil di Jepang. Sempat kerja di Jepang 2 tahun, trus ikut suami balik ke Jakarta."
M : "Lah, trus sekarang ngapain aja ?"
S : "Ya begini aja. Jadi ibu RT. Nungguin suami pulang kerja. Ngerjain terjemahan dokumen kalau ada kerjaan dari perusahaan Jepang. Ngajar bahasa Jepang seminggu dua kali. Kadang-kadang jadi interpreter kalau ada tawaran. Selebihnya ya main aja di warnet ini."

Honestly, saya melihat adanya sedikit kekecewaan muncul di wajah adik mahasiswa ini. Mungkin belum saatnya buat dia yang masih tingkat 3, untuk menghadapi kenyataan bahwa ternyata salah satu alumni yang ditemuinya tidak kerja di tempat elit di daerah Sudirman sana, dan malah apa yang dikerjakan si senior nggak sesuai dengan bidang kuliah yang sedang-sedang giatnya ditekuni...

M : "Kok mbak nggak nyoba cari kerja aja ?"

Dan mulailah saya cerita panjang lebar tentang kekejaman dunia, apalagi
dunia kerja di Jakarta.Tentang perusahaan yang pastinya nggak akan mau bayar mahal lulusan S2 (luar negri pula!) kalau mereka bisa dapat tenaga kerja lulusan S1 dalam negri dengan gaji yang jauh lebih murah.Tentang minimnya (almost none !) lowongan kerja buat S2. Tentang susahnya menjatuhkan harga diri kalau memang berniat dapat kerja di Jakarta.

Dan tentu saja, saya tidak lupa dengan jurus andalan saya : "Kamu ini mau cari kerja, atau cari duit ?"

Jujur, sampai sekarang saya masih nggak ngeh dengan standar hidup layak di Jakarta. Dengan tingkat inflasi yang selalu bikin takjub, uang sekolah yang bikin kepala geleng-geleng, biaya periksa dokter dan obat yang bikin suami saya ngedumel "Itu dokter cuma pegang2 kok bisa bikin gaji tinggal separo sih ?", saya selalu merasa bahwa hidup di Jakarta
jauh lebih mahal dibanding di Tokyo.

Ketika saya memutuskan untuk tidak mencari kerja, dalam arti tidak mencoba menjadi seorang pegawai di perusahaan, simply karena saya malas jadi bawahan (maunya jadi bos ajah !). Tapi sejalan dengan beriringnya waktu, saya merasa gaji yang diterima seorang pegawai di Jakarta rasanya memang tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.Rasanya enggan membayangkan, capek bekerja dari pagi sampai malam, ditambah macetnya jalanan Jakarta yang selalu bikin stress sebelum sampai kantor, masih ditambah kecemasan bahwa gaji yang diterima tidak cukup untuk biaya hidup.

Dengan ritme kegiatan saya seperti sekarang, saya tahu saya tidak mendapat penghasilan yang stabil. Ada kalanya saya dapat pemasukan yang lumayan, tapi saya harus mengorbankan waktu saya bahkan untuk membaca email. Tapi ada juga masa-masa saya punya waktu luang berlimpah sampai saya hanya menghabiskan waktu di depan komputer seharian bermain chuzzle (sampai suami pulang tentunya !).

Sama seperti seandainya saya jadi pegawai, saya tidak merasa uang yang saya peroleh akan cukup untuk hidup, apalagi kalau mikir tentang masa depan. Tapi at least saya tidak mengorbankan hidup saya untuk kemacetan Jakarta, dan tentu saja saya punya satu hal yang bisa bikin pegawai iri : freedom ! yay !

Bukan hak saya untuk menghasut anda-anda yang pekerja kantoran untuk keluar dan kerja di rumah seperti saya. It's your choice and your risk. Sama seperti resiko saya dipandang dengan sebelah mata, "Lulusan S2 luar negri yang bekerja di warnet !"
kategori tulisan lama

kumpulan foto

Shopping yuk !

Satu Cinta Lingerie Apa Impian Anda ?

shoutbox

sponsor & link

Powered by Blogger
Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com
BlogFam Community
blog-indonesia
Get Firefox!
JANGAN ASAL COPY PASTE..

email me
created by emiliana dewi aryani
@ 2004 - 2011