The reception

It's 10 pm, saturday night, dan saya masih di depan komputer, diantara tumpukan jurnal, memikirkan riset yang sedang mentok. I have to make presentation for Monday, and I still don't know what to present. Semua cara yang saya pikirkan gagal total.
So, biarkan saya 'merefresh' otak saya sejenak.
Seperti yang saya tulis sebelumnya, seorang teman saya menikah di Jepang sini, dan saya 'beruntung' diundang ke perjamuan pernikahannya (consider only 2 indonesian were invited). Berhubung tata cara pernikahannya ala Eropa, saya tidak bisa cerita ttg pernikahan adat Jepang. Berikut adalah beberapa hal yang saya rasa cukup beda dengan pernikahan di Indonesia.
Saya tidak tahu bagaimana kondisi resepsi menikah di negara lain. Di Jepang, jumlah tamu yang diundang rata-rata hanya 50 orang, jauh lebih sedikit dari yang di Indonesia. Undangan dikirimkan kira-kira sebulan sebelum hari raya, dan si penerima harus mengirimkan kembali kartu pos absensi (atau presensi, Mas Kere ?), tanda bahwa si penerima akan datang ke resepsi. Seandainya akan membawa pasangan, nama pasangannya juga harus ditulis di kartu pos tsb.
Pada hari H-nya, bagi masing-masing undangan disediakan tempat duduk sesuai nama yang diundang. Jadi kalau kartu pos absensi tidak dikirim ke sang pengundang, bakal tidak kebagian tempat duduk. Dengan cara begini, tentu saja kita tidak bisa seenaknya 'sok kenal' dengan sang pengantin, seperti yang sering terjadi di Ind, demi ikut makan gratis.

Oh ya, yang saya perhatikan, semua tamu datang sebelum acara resepsi dimulai. Tidak ada yang terlambat, dan tidak ada yang pulang lebih dahulu. Apa ini hanya di Jepang kah ?

Tentang uang ucapan selamat, sebenarnya ada aturan tertentu jumlah uang yang layak diberikan. Antara lain, jumlahnya harus ganjil, tidak boleh habis dibagi 2. Misalnya 10000, 30000, atau 50000 yen. Tapi, beberapa orang Jepang yang saya tanyakan memberi jawaban berbeda tentang hal ini.
Ok, sekian dulu ceritanya. Saya mau pulang saja. tidur...