daun singkong
tentang jepang dan indonesia
di mata seorang penggemar sayur daun singkong
Tuesday, May 02, 2006

Gigi

Sabtu dua minggu lalu, akhirnya saya beranikan pergi ke dokter gigi. Rasa ngilu yang sudah cukup lama saya tahan toh akhirnya menjebol juga pertahanan kesabaran saya. Biarpun sudah bukan anak-anak lagi, pergi ke dokter (gigi maupun umum) bukan suatu pilihan gampang buat saya. Bukan karena saya takut dengan sosok berbaju putih itu, tapi karena malas mikir bagaimana cara ngomongnya. Dari pada repot mencari kata-kata di kamus yang belum tentu tepat dan sesuai dengan apa yang saya rasakan, mendingan saya tahan deh. Kalau hanya sakit pilek atau pusing sedikit, lebih baik minum neozep atau panadol yang saya bawa dari Indonesia. Sedangkan soal gigi, selama masih bisa ditahan, lebih baik nanti saja borongan pergi cek gigi ke dokter kalau pulang ke Indonesia. Lebih bebas bisa mengungkapkan sesuai dengan perasaan hati kan ?

Tapi dua minggu lalu akhirnya saya menyerah. Sakit gigi saya rasa-rasanya melebihi sakit hati deh... *gombal mode on*. Akhirnya saya beranikan tanya-tanya soal kata-kata khusus kedokteran gigi bahasa Jepang yang perlu saya ingat. Perjalanan ke tempat praktek dokter gigi penuh dengan komat-kamit saya menghafal apa yang perlu saya omongkan ke pak dokter nanti.

Tapi toh nyatanya, sampai di kursi eksekusi itu, otak saya langsung membeku. Silaunya lampu di atas muka dan garangnya bunyi bor gigi yang dipakai dokter untuk mengeksekusi pasien sebelah cukup membuat hafalan saya hilang semua. Tadi, saya mau ngomong apa ya ? Oh oh...

Untung pak dokter yang masih muda itu mengerti kegalauan hati saya. Bicaranya diperlambat, diganti dengan kata-kata yang lebih mudah, dan bahkan diulang beberapa kali. Ditambah dengan senjata kertas dan bolpen untuk menggambarkan kondisi gigi saya dan cara penyembuhannya, yang ternyata tidak bisa selesai hanya dengan sekali datang. Oh oh...

Kali kedua saya datang ke dokter gigi itu pagi ini, saya lebih bisa rileks. Baru saya sadar bahwa di ruangan pak dokter itu diputar lagu instrumennya David Foster. Baru saya lihat ada buku panduan wisata ke Indonesia terbitan tahun 80-an di rak ruang tunggu, dengan gambar om Rhoma Irama dan om Rano Karno waktu jaman muda dulu, lengkap dengan celana cut brai dan kemeja yang kancing atasnya lepas. Di atas kursi eksekusi, mungkin karena saya lebih banyak bicara ketimbang kali sebelumnya, si pak dokter kemudian memuji "wah... bahasa jepangnya mahir sekali..."

Tapi percakapan hanya sampai disitu. Kata-kata pak dokter berikutnya : "Kalau sakit, angkat tangannya ya... !", diikuti dengan pernyataan bahwa dia akan membabat gusi saya yang terlanjur tumbuh menutupi lubang tempat seharusnya gigi berada. Tak sampai semenit, saya sudah bersemangat mengangkat tangan, memenuhi isyarat peringatan otak saya terhadap serangan membabi buta bornya pak dokter di gusi saya. Sakitnya... oh oh...

Setelah itu saya tak berniat bicara, meskipun pak dokter sudah memberikan obat bius. Selanjutnya, saya hanya bisa meng-haik haik-kan saja apa kata pak dokter. Apalagi ketika dibilang, "Obat bius ini akan hilang pengaruhnya setelah dua jam. Perlu obat peredam sakit ?" Oh... oh... haik... haik...
kategori tulisan lama

kumpulan foto

Shopping yuk !

Satu Cinta Lingerie Apa Impian Anda ?

shoutbox

sponsor & link

Powered by Blogger
Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com
BlogFam Community
blog-indonesia
Get Firefox!
JANGAN ASAL COPY PASTE..

email me
created by emiliana dewi aryani
@ 2004 - 2011