Kembang api
Musim panas berarti kembang api. Biasanya sepanjang bulan Juli - Agustus, kalau ada banyak mbak-mbak pakai yukata (sejenis kimono untuk musim panas), kalau bukan karena ada pasar malam, tandanya bakal ada pertunjukan kembang api di suatu tempat. Tinggal ngikut saja, kalau sudah ketemu kerumunan orang di pinggir pantai, lapangan, atau tanah luas, duduk bergerombol sambil kipas-kipas dan minum bir kaleng... nah, ditunggu saja.Tapi jangan harap bisa dapat tempat duduk kalau datang menjelang malam. Biar kembang api baru dimulai jam 7 malam, biasanya orang mulai 'ngetek' pesan tempat sejak siang hari. Tikar plastik digelar, dipatok keempat sudutnya, lalu ditulisi nama pemilik. Kadang-kadang di pertunjukan besar, tempat terbaik untuk menonton kembang api dikhususkan untuk VIP. Boleh duduk di situ, asal bayar. Kalau nggak mau bayar dan nggak mau pesan tempat sejak siang, ya silahkan nonton sambil berdiri. Pertunjukkan kembang api besar di sekitar Tokyo, biasanya berlangsung sekitar satu jam. Lumayan juga kan, kalau berdiri selama itu...
Mungkin saking gemarnya orang Jepang dengan kembang api, orang berlomba-lomba membuat kembang api termegah & terbesar di Jepang. Di stasiun kereta, disebar selebaran berisi jadwal pertunjukan kembang api, dan pasti ada saja yang mengaku 'nomor satu' se-Jepang. Kabarnya malah ada simposium internasional kembang api, yang disponsori oleh asosiasi artis kembang api Jepang.
Tahun-tahun awal tinggal di Jepang, saya masih semangat kalau diajak teman nonton kembang api. Bela-belain pergi ke tempat pertunjukan sejak jam makan siang, meskipun tempatnya super jauh dan matahari musim panas yang garang bikin kulit saya tambah gelap. Pertunjukan selama satu jam bisalah menghapus rasa jenuh menunggu setengah hari. Tapi persoalannya muncul setelah itu: kendaraan pulang selalu penuh !
Iyalah, bayangkan saja kalau separuh penghuni Tokyo nonton kembang api. Waktu siang sih kereta tidak terlalu penuh, karena orang datang pada jam yang berbeda-beda. Tapi begitu pertunjukan selesai, semua orang serentak berdiri, buru-buru merapikan tikar, dan berlari menuju stasiun.
Pernah suatu kali selesai nonton kembang api di Odaiba dengan 3 orang teman Indonesia, kami berjalan menuju stasiun terdekat. Perjalanan ke apartemen tempat saya tinggal butuh waktu sekitar 2 jam, sedangkan pertunjukannya sendiri selesai jam 8 malam. Tapi ternyata, antrian masuk ke stasiun, bukan antrian naik kereta, sudah dimulai dari jarak sekitar 3 km dari stasiun. Wuah, langsung saya dan teman-teman merasa panik. Nggak lucu aja kalau kita cewek-cewek ini harus nginap di jalan karena nggak dapat kereta pulang. Jadwal kereta terakhir jam 12 malam, berarti kami harus sudah masuk kereta jam 10 malam. Padahal melihat antrian super padat, nggak yakin deh bisa dapat kereta sesuai jadwal.
Karena kebat-kebit takut tidak bisa pulang, seorang teman memberanikan diri 'menyalip' sekelompok nenek di depannya. Apalagi nenek-nenek itu terlihat santai tidak terburu-buru. Eh, ternyata dimarahi. Parahnya, nenek-nenek itu mendengar kami bicara bukan dengan bahasa Jepang, jadi keluarlah kata-kata "Dasar orang asing ! Orang mana sih kalian ?" Waduh ! Dengan muka merah, teman saya langsung bohong menyebut negara lain, sambil menarik kami lari ke stasiun lain yang lebih jauh.
Ternyata di stasiun lain pun kami harus ngantri juga. Lebih parah lagi, begitu akhirnya kami sampai di pintu tiket stasiun, orang-orang tiba-tiba panik dan mulai saling mendorong. Huah, saya nggak menyangka keadaan seperti itu terjadi di Jepang. Seperti jaman ospek dulu di Indonesia, waktu mahasiswa baru dikumpulkan di aula, digencet dan dibentak-bentak sama senior :).
Akhirnya memang kami bisa juga sampai tempat tinggal masing-masing, meskipun harus lari-lari mengejar kereta. Sekarang sih, saya malas kalau diajak nonton kembang api, mengingat transportasi pulang yang bikin lupa romantisnya kembang api.
Tapi saya beruntung, di dekat tempat tinggal saya ternyata ada juga yang mempertontonkan kembang api, meskipun hanya 15 menit. Enaknya, saya nggak perlu pergi kemana-mana, cuma tinggal duduk di beranda. Pertunjukan kembang api ekslusif di depan mata. He he...
Tahun ini pun, saya menunggu-nunggu pertunjukan 15 menit ini. Masuk bulan September, saya mulai merasa kecewa. Saya pikir saya ketinggalan menonton, karena tahun lalu sepertinya kembang api diadakan di bulan Agustus. Eh, hari Selasa lalu, ada selebaran diselipkan di kotak pos saya. Isinya, pemberitahuan akan diadakan pertunjukan kembang api hari Minggu, dan permintaan maaf mengganggu ketenangan lingkungan akibat suara kembang api yang berdentum keras.
Ah, buat saya sih ndak apa-apa sedikit ribut, toh bisa menonton kembang api gratis tanpa harus deg-degan nggak bisa pulang.