daun singkong
tentang jepang dan indonesia
di mata seorang penggemar sayur daun singkong
Friday, April 29, 2005

Dari dalam kereta

Sehari-hari saya menghabiskan lebih dari 2 jam di dalam kereta. Satu jam untuk berangkat ke kantor dan satu jam pulang ke apartemen. Masih wajar untuk penduduk Tokyo metropolitan, sama wajarnya seperti penduduk Jakarta yang menghabiskan berjam-jam di dalam kendaraan menghadapi macet.

Saya mulai terbiasa dengan kondisi kereta yang selalu penuh di jam-jam sibuk.

Mulai dari memilih gerbong yang kira-kira masih bisa dimasuki. Jangan heran, pada jam berangkat kerja bukan hal aneh kalau gerbong saking penuhnya sampai tidak bisa dimasuki. Tidak seperti kereta Jakarta - Depok yang pintunya terbuka, kereta di sini tidak akan jalan kalau pintunya tidak menutup. Beberapa stasiun malah menyediakan petugas untuk membantu menutup pintu dari luar. Gerbong yang relatif bisa dimasuki, biasanya yang terletak di ujung depan atau paling belakang. Meskipun sedikit khawatir, mengingat gerbong yang rawan menabrak lebih dulu biasanya ya gerbong ujung ini.

Seperti yang terjadi di Amagasaki hari Senin lalu. Tapi rasanya memang tidak ada pilihan lain. Gerbong kosong hanya akan datang menjelang siang. Atau hari libur, seperti foto yang di atas itu.

Begitu kereta datang pun, harus siap-siap terdorong masuk. Memang di sini tidak perlu khawatir ada copet yang mengincar dompet, tapi gesekan dan dorongan orang-orang bukan tidak mungkin membuat tas bawaan lepas entah kemana. Goyangan kereta, meskipun lebih mulus dibanding goyangan Argo Bromo Anggrek, bisa membuat sengsara kalau tidak pandai menjaga keseimbangan badan. Apalagi dengan sepatu hak tinggi, rok span, dan tas kerja yang berat. Masih ditambah udara sesak pengap penuh keringat kalau cuaca panas.

Tapi lama-lama saya toh terbiasa juga. Sama seperti terbiasa menghadapi macet di Jakarta. Karena malas menggunakan otak untuk membaca, mp3 player jadi teman pengisi waktu. Atau sekedar diam membiarkan otak istirahat. Dan kadang-kadang muncul banyak pikiran tentang orang-orang dalam kereta.

Biasanya orang yang beruntung bisa duduk langsung pura-pura tidur. Pura-pura, karena bisa langsung berdiri begitu sampai stasiun tujuan. Supaya kalau ada nenek-nenek atau ibu hamil tidak perlu berdiri menyilahkan duduk. Pura-pura tidak lihat. Tapi ada juga yang benar-benar tidur, dan suara dengkurannya terdengar sampai gerbong sebelah. Lengkap dengan mulutnya yang terbuka. Biasanya bapak-bapak. Mungkin memang capek karena malamnya kerja sampai larut. Atau karena minum-minum ?

Yang masih muda biasanya main-main dengan telepon genggamnya. Mail, game, internet. Selebihnya sibuk dengan bacaan. Tidak jarang terlihat sekilas adegan tidak senonoh dari koran porno atau komik yang dipegang bapak-bapak. Kadang terpikir kenapa bapak itu tidak risih dilihat orang lain. Padahal mungkin di rumah dia punya istri dan anak perempuan.

Lewat speaker pengumuman, masinis menghimbau untuk tidak menggunakan telepon genggam di dalam kereta. Tapi masih saja terdengar suara orang menelepon. Tanpa menghiraukan lirikan sewot orang-orang sekitarnya.

Orang-orang naik dan turun kereta dengan cepat. Semua sibuk, tidak ingin terganggu.
Maka ketika kereta yang jadi sarana transportasi utama datang terlambat, semua kegiatan terasa terganggu. Kereta pertama terlambat satu menit saja, mungkin tidak sempat mengejar kereta jurusan lain berikutnya. Di tempat perpindahan kereta, semua orang berlari-lari. Padahal kereta datang setiap 4 menit di pagi hari, bahkan lebih cepat di pusat kota. Untuk orang Jepang yang cenderung menghitung dengan detil, akumulasi keterlambatan kereta bisa jadi masalah besar.

Sepertinya alasan inilah yang membuat masinis jalur Fukuchiyama mempercepat keretanya jauh diatas batas yang diperbolehkan, demi 'membayar' keterlambatan 1,5 menit yang sudah terjadi di stasiun berikutnya. Apalagi kereta itu dijadwalkan tiba di stasiun berikutnya bersamaan dengan kereta shinkansen, sehingga kalau tiba terlambat maka penumpang bisa ketinggalan shinkansen. Pelayanan kepada pelanggan ternyata butuh harga yang tidak murah.

Hari-hari belakangan ini, berita tentang kecelakaan kereta selalu terdengar dari pesawat TV. Tidak sedikit yang menyayangkan terlalu ketatnya pihak JR West terhadap kedisiplinan pegawainya. Muncul juga berita tentang hukuman memangkas rumput untuk masinis yang telat, meskipun hanya satu menit. Keterlambatan, berarti mengkhianati kepercayaan pelanggan.

Satu menit, ternyata memakan lebih dari 100 jiwa.

Mungkin mereka perlu belajar tentang "alon-alon waton kelakon". Biar lambat, asal selamat.
kategori tulisan lama

kumpulan foto

Shopping yuk !

Satu Cinta Lingerie Apa Impian Anda ?

shoutbox

sponsor & link

Powered by Blogger
Weblog Commenting and Trackback by HaloScan.com
BlogFam Community
blog-indonesia
Get Firefox!
JANGAN ASAL COPY PASTE..

email me
created by emiliana dewi aryani
@ 2004 - 2011