Uang, atau Waktu ?
Pagi ini terima berita dari temen-temenku yang tinggal di Jepang, ada teman yang papanya meninggal di Indonesia, sementara anak-anaknya tinggal di luar negeri.Jadi ingat waktu kejadian gempa jogja 2006 dulu. Aku masih kerja di perusahaan IT di Tokyo waktu itu.
Pagi-pagi baru sampai kantor, dapat telepon dari adikku di Indonesia, bilang kalau nenekku meninggal tertimpa reruntuhan rumah akibat gempa.
Bosku yang orang Jepang (iyalah, secara itu perusahaan Jepang yang ada di Jepang gitu loh !) nanyain aku, apa aku mau ambil cuti untuk langsung pulang ke Indonesia.
Tapi info dari keluargaku, ternyata bandara Adisucipto ditutup dan akses ke Jogja susah sekali.
Aku sendiri sudah sempat tanya-tanya ke travel agent di Tokyo, dan ternyata tiket pesawat ke Indonesia penuh, dan harganya mahal sekali.
Akhirnya aku menyerah, nggak sempat lihat pemakaman nenekku, dengan pertimbangan, kalaupun aku bisa pulang, pemakamannya pun sudah selesai.
Belajar dari kejadian itu, aku merasakan sesuatu yang mengganjal...
Kerja di luar negeri itu memang enak kalau ngeliat gajinya, tapi konsekuensinya harus tinggal jauh dari keluarga, dari orang-orang yang kita cintai...
Balik ke Indonesia, aku memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga saja...
Ngeliat ibu-ibu di Jepang, mereka mengurus sendiri anak-anaknya, dan anak-anak Jepang itu pintar-pintar...
Lagi pula, anak itu dititipkan oleh Tuhan kepada ibu & ayahnya, bukan kepada baby sitter & pembantu...
Banyak temenku yang bilang, "Aduh Mil, sayang banget kan lo lulusan S2 luar negeri. Pasti banyak perusahaan yang mau ngasih gaji gede ke elo... "
Iya sih, pernah coba-coba wawancara, pinginnya sih digaji 8 digit lah ya... secara aku certified consultant yang buat lulus ujian sertifikasi internasionalnya susah banget.
Tapi lebih dari itu, aku sadar, kalau aku mau dibayar banyak, berarti aku mesti bersedia waktuku 'dibeli' oleh perusahaan.
Apalagi Jakarta tuh macetnya nggak kira-kira, belum lagi tugas kerjaan yang pastinya akan bikin aku stress.
Ada yang tanya "Nggak nyesel Mil, kan udah capek2 ambil S2 ?"
Nggak lah ya... wong aku ngejalanin S2nya juga seneng-seneng kok... (iyalah, beasiswa soalnya !)
Dipikir-pikir, lebih baik waktuku yang cuma 24 jam ini, hidupku yang cuma sebentar ini, aku dedikasikan untuk keluargaku tersayang...
Kalau soal rejeki, nyatanya ada aja Tuhan kasih rejeki ke aku...
Buktinya masih bisa hidup santai tanpa utang, bisa masukin anaknya asistenku kursus komputer, masih bisa makan-makan di mal tiap minggu.
Apalagi aku udah ditemukan dengan dBC Network, yang bisa aku kerjakan sewaktu anakku tidur.
Lewat internet, jadi nggak perlu keluar rumah...
Mudah-mudahan suatu saat apa yang aku kerjakan ini bisa menjawab keinginan-keinginanku...
Pingin jalan-jalan keliling dunia...
Apalagi kalau pakai first class & dibayarin... duh pinginnya...
Aku ingat waktu lagi tugas ke Shanghai, minum frapucino di bandara sambil nungguin pesawat ke Tokyo. I was feeling on the top of the world...
Punya kerjaan dengan gaji bagus, tinggal di kota termahal di dunia...
But honestly I felt I missed something...
Pagi ini aku naik sepeda, beli ayam di tukang sayur buat bikinin anakku soto...
Saat ini aku nggak punya kerjaan yang mewah, nggak punya gaji berpuluh-puluh juta...
Tapi aku punya kebebasan menghirup udara pagi, tanpa harus diburu-buru atasan atau klien.
Punya waktu untuk kelon-kelonan sama suami dan anakku, malas-malasan di tempat tidur di pagi hari...
Dan yang lebih penting, masih punya penghasilan, yang kuharapkan bisa mencapai mimpi suatu hari...